Random Template

Minggu, 29 April 2012

ZAT PENGAWET MAKANAN YANG AMAN


Kasus penggunaan bahan kimia berbahaya bagi kesehatan, formalin yang ditemukan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) terhadap 98 sampel produk makanan dengan rincian 23 sampel mie basah -15 produk tercemar formalin (65 %), 34 sampel aneka ikan asin - 22 sampel tercemar ( 64,7%), 41 sampel tahu semuanya tercemar (100%). Hasil ini tentu sangat mengerikan. Selain produk makanan, Badan POM juga menemukan 80% dari jajanan (makanan dan minuman) sekolah dinyatakan mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan seperti kandungan boraks, natrium siklamat, rodamin B dan sakarin. Bahan-bahan kimia tersebut seharusnya tidak boleh digunakan untuk makanan. Seperti formalin misalnya penggunaannya hanya untuk desinfektan, antiseptik dan pengawet mayat agar tidak bau. Boraks untuk pengawet kayu, pengontrol kecoa dan bahan pembersih. Rhodamin B sebagai zat pewarna pada kertas dan tekstil. Sedangkan Sakarin hanya digunakan sebagai bahan pemanis dengan takaran yang sudah ditentukan sesuai peruntukannya.



Dampak pada IKM Pangan
Bahan kimia formalin dosis rendah, bila dicampur dengan makanan dapat menyebabkan sakit perut akut, muntah- muntah, depresi susunan syaraf,serta memperlambat peredaran darah. Sedangkan untuk formalin dosis tinggi, menyebabkan kejang-kejang, kencing darah, muntah darah. Sementara untuk jenis boraks dosis rendah, akan terakumulasi di otak, hati dan lemak. Untuk boraks dosis tinggi, mengakibatkan demam, koma, kerusakan ginjal, bahkan pingsan mendadak. Biasanya gejala keracunan boraks akan terlihat setelah 3-5 hari dengan gejala awal mual-mual, muntah, diare dan kejang yang kemudian muncul bercak-bercak pada kulit serta kerusakan ginjal. Untuk jenis rhodamin B, menyebabkan gangguan fungsi hati, disamping terjadi penumpukan lemak. Berdasarkan penelitian Dr Zelly Nurachaman, MS ahli Biokimia dari ITB bahwa formalin yang dijual di Indonesia pada umumnya memiliki kandungan formaldehide sebesar 37%, methanol 6-16% dan sisanya adalah air, sehingga bila digunakan untuk mengawetkan, kandungan formaldehidenya akan menguap pada pemanasan suhu 96 derajat celcius. Namun Badan POM tetap melarang formalin sebagai pengawet makanan karena formalin dianggap sebagai bahan berbahaya yang masuk dalam katagori B1 yang artinya bila digunakan sebagai bahan pengawet makanan akan berbahaya bagi kesehatan. Penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya, tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab produsen, namun merupakan tanggung jawab bersama antara pelaku usaha dan aparat pemerintah yang terkait seperti; Dep. Perindustrian, Dep. Perdagangan, Dep. Kesehatan, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM), Yayasan lembaga Konsumen Indonesia ( YLKI ) dan lembaga penelitian swata /perguruan tinggi. Untuk menyikapi hal ini tentunya kita sebagai aparat pemerintah yang melakukan pembinaan baik langsung maupun tidak langsung, segera mencari jalan keluar mengganti bahan pengawet berbahaya dengan bahan pengawet yang aman bagi kesehatan.



Alternatif Pengawet Pangan 
Berdasarkan hasil kajian dan penemuan para ahli/ peneliti yang dimuat dibeberapa media massa, bahan pengawet alternatif yang aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan adalah, Chitosan, Asap Cair (Liquid Smoke), Kunyit, Air Ki, Air kelapa yang diberi mikroba (Asam Sitrat).

1) Chitosan
Dr. Ir Linawati ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan (FPIK- IPB) menyatakan chitosan merupakan bahan pengawet organik yang diperoleh dari produk turunan dari polimer chitin yang diproduksi dari limbah udang dan rajungan kadar chitin dalam berat udang berkisar 60–70% bila diproses menjadi chitosan menghasilkan Yield 15– 20%. Chitosan mudah mengalami degradasi secara biologis dan tidak beracun. Bila digunakan pada ikan asin, berfungsi sebagai pelapis (coating), agar tidak dihinggapi lalat, dan menghambat pertumbuhan bakteri. Penggunaan chitosan dapat mengawetkan sampai 8 minggu.

2) Asap Cair (Liquid Smoke)
Dr. AH. Bambang Setiadji, Dosen Fakultas MIPA, UGM, menemukan Asap Cair ( Liquid Smoke) bisa menjadi bahan pengawet pangan yang berfungsi sebagai antimikroba dan antioksidan. Untuk industri perkebunan asap cair digunakan sebagai koagulan lateks, hal ini karena asap cair bersifat fungsional seperti anti jamur, antibakteri dan anti oksidan yang dapat memperbaiki kualitas karet. Sedangkan penggunaan pada industri kayu dapat mencegah serangan rayap. Pemanfaatan Liquid Smoke pada industri pangan cukup digunakan 25% + 75% air kemudian digunakan untuk merendam ikan dan daging selama 15 menit. Pengawetan dengan merendam ikan dan daging pada asap cair (liquid smoke) ini bisa bertahan selama 25 hari.

3) Kunyit
Dr NL ida Soeid MS, menyatakan kunyit dapat digunakan sebagai pengawet tahu, disamping berfungsi sebagai warna juga sebagai antibiotik, sekaligus mencegah agar tidak cepat asam. Selain itu untuk kesehatan berfungsi sebagai antioksidan, antibakteri, antiradang dan antikanker. Kunyit basah kandungan utamanya adalah kurkuminoid 3-5%. Sedangkan untuk kunyit ekstrak kandungan kurkuminoid mencapai 40–50%. Untuk penggunaan kunyit disarankan agar tidak melalui pemanasan, terkena cahaya dan lingkungan yang basah. Sebaiknya kunyit ditumbuk digiling dan diperas airnya.

4) Air Ki (Air Endapan Abu Merang)
Air Ki ini dapat digunakan sebagai pengawet mie dan dapat bertahan sampai 2 hari. Sekarang sudah banyak dijual ditoko cina atau bisa juga membuat sendiri dengan membakar merang padi kemudian ambil abunya lalu larutkan dengan air, kemudian diendapkan sampai terpisah air dan abunya. 

5) Asam Sitrat (Citric Acid)
Asam sitrat adalah pengawet yang dibuat dari air kelapa yang diberi mikroba. Asam sitrat yang siap pakai banyak dijual bebas ditoko kimia, namun kalau bahan baku air kelapa banyak, maka lebih baik dibuat sendiri, harganya akan lebih murah.
Selain bahan pengawet tersebut diatas, dalam skala kecil dapat juga menggunakan pengawet yang sudah lama dikenal dan banyak digunakan didaerah terpencil atau pedesaan berupa; jeruk nipis, asam jawa, garam dapur, gula, bawang putih disesuaikan dengan jenis produk yang dihasilkan. Hanya saja dosis penggunaannya selama ini umumnya belum standar, baru berdasarkan perkiraan pemakai. Untuk itu perlu penelitian dan pembinaan lebih lanjut. Untuk menghindari penggunaan bahan pengawet berbahaya serta meningkatkan pemanfaatan bahan pengawet alternatif yang aman bagi kesehatan maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut; Pertama: membuat daftar bahan-bahan kimia berbahaya yang dilarang untuk digunakan pada produk makanan dan minuman dilengkapi dengan nama kimia dan nama perdagangannya.agar tidak terjadi kesalahan pemakaian oleh produsen. Kedua: melakukan koordinasi dengan instansi terkait seperti; Pemeritah, Pelaku Usaha, Assioasi, Konsumen, Yayasan Lembaga Konsumen (YLKI) maupun Perguruan Tinggi untuk menanggulangi penggunaan bahan pengawet berbahaya dan memberikan bahan pengawet alternatif yang aman dan tidak merugikan konsumen maupun produsen. Ketiga: mensosialisasikan bahaya penggunaan bahan-bahan kimia terhadap konsumen dan produsen agar kedua belah pihak tahu dan mengerti tentang bahaya yang diakibatkan oleh penggunaan bahan kimia terhadap makanan dan minuman. Lusiana Mohi
Read more »

 
Powered by Blogger